KUNCI KEBERHASILAN MENUNTUT ILMU

Apakah kecerdasan atau IQ merupakan satu-satunya faktor keberhasilan menuntut ilmu?

Apakah kesungguhan, kurang tidur tiap malam, ‘berkemah’ di perpustakaan dan sebagainya merupakan modal utama bagi kesuksesan studi?

Apakah manajemen waktu yang baik merupakan syarat utama meraih prestasi belajar?

Mengapa perlu berambisi untuk bisa sekolah di lembaga-lembaga pendidikan terbaik di dunia?

Mengapa sikap seorang pelajar kepada guru sering disebut sebagai salah satu faktor keberkahan dan keberhasilan proses menuntut ilmu?

Adakah hubungan antara baiknya kualitas ibadah seorang pelajar dengan ilmu yang didapat?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya saling berkaitan satu sama lain bahkan membentuk sebuah kata kunci keberhasilan proses menuntut ilmu. Kata itu bernama ‘adab’ yang dalam bahasa kekinian sering disebut attitude atau sikap.

Begitu pentingnya adab, ulama salaf memberikan banyak penekanan dalam nasehat-nasehat mereka.

Ibnu Sirin (w. 110 H), seorang tabiin ahli tafsir, hadis dan fikih mengatakan, “Para ulama dulu mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari disiplin ilmu”. (al-Jâmi` li Akhlâq al-Râwi 1/79).

Maksudnya, sebagaimana mereka antusias dan serius menggeluti teori dan kaidah-kaidah keilmuan yang mereka pelajari, sebegitu antusias dan serius pula mereka memperhatikan dan membentuk attitude dalam diri mereka.

Abu Nu`aim al-Ashbahani dalam kitabnya (6/361) menukil sebuah nasehat berharga dari Sufyan al-Tsauri (161 H), “Dulu, seseorang yang ingin mulai menulis/mempelajari hadis Nabi terlebih dahulu memperbaiki kualitas adab dan ibadah mereka selama 20-an tahun”.

Hadis Nabi adalah salah satu petunjuk hidup manusia sekaligus syarah utama dari al-Quran. Siapapun yang ingin memahami al-Quran membutuhkan penjelasan dari hadis Nabi. Bagi para ulama memahami hadis Nabi, selain membutuhkan penguasaan ‘ilmu alat’ seperti bahasa Arab, usul fikih, ilmu mantik dan sebagainya, juga membutuhkan kesiapan diri dan jiwa yang ditunjang tidak lain dengan ketinggian kualitas ibadah dan adab.

Para ulama sepanjang zaman telah banyak menulis buku tentang adab (khususnya adab penuntut ilmu), di antaranya:

  1. Al-Jâmi` li Akhlâq al-Râwi wa `Âdâb al-Sâmi` karya seorang ahli hadis al-Khathib al-Baghdadi (w. 462 H);
  2. Tadzkirat al-Sâmi` wa’l Mutakallim fî Âdâbi’l `Âlim wa’l Muta`allim karya Badruddin Ibnu Jama`ah (w. 733), seorang ahli hadis sekaligus ahli fikih yang pernah menjadi hakim agung untuk wilayah Mesir dan wilayah Syam (Suriah, Libanon, Palestina dan Yordania). Bahkan pernah menjadi Khathib Masjid al-Aqsha.
  3. Ta`lîmu’l Muta`allim karya al-Zarnuji, seorang ahli fikih madzhab Hanafi. Kitab ini sangat terkenal sebagai bahan ajar berbagai lembaga pendidikan Islam di dunia. Mulai dari madrasah kecil di sebuah kampung pulau Jawa sampai majelis-majelis ilmu di lingkungan institusi al-Azhar, Mesir.

Apabila kita membaca sekilas karya-karya para ulama tentang adab, ternyata ia tidak hanya soal ‘bagaimana murid berlaku sopan kepada gurunya dan baik kepada temannya’.

Pembahasan soal adab menurut para ulama yang pemikirannya mencerahkan peradaban dunia adalah sebuah pembahasan yang komprehensif.

Misalnya dalam kitab Tadzkirat al-Sâmi` wa’l Mutakallim karya Ibnu Jama`ah di atas. Beliau membagi kitabnya menjadi lima bagian:

Pertama: Keutamaan dan kemuliaan ilmu dan ahli ilmu. Tanpa menghayati keutamaan ilmu, proses belajar di mata siapapun yang berkecimpung dalam dunia keilmuan tidak lebih dari sekedar formalitas untuk meraih gelar tertentu. Padahal, setinggi-tingginya gelar, ilmu itu sendiri jauh lebih tinggi darinya.

Kedua: Adab seorang guru kepada diri sendiri, murid dan ilmu yang ia ajarkan.

Ketiga: Adab seorang murid kepada diri sendiri, guru dan rekan studinya.

Keempat: Bagaimana merawat buku dan berbagai sumber ilmu lainnya.

Kelima: Bagaimana merawat lingkungan studi seperti gedung sekolah, asrama, kos dan sebagainya.

Selanjutnya, berangkat dari kitab Tadzkirat al-Sâmi` wa’l Mutakallim dengan pengayaan berbagai literatur, secara berkala penulis mengajak para pembaca sekalian untuk berpetualang dalam warisan peradaban Islam terbesar, bangunan keilmuan.

Yaitu dalam hal bagaimana para ulama dalam peradaban Islam begitu menghargai dan detail merumuskan bagaimana konsep pendidikan dan pembelajaran yang ideal. Terkhusus persoalan adab/attitude.

Semoga bermanfaat.

Ust. Musa al Azhar, Lc. Dipl.
Pasca Sarjana, Jurusan Hadits dan Ilmu Ilmu Hadits, Fak. Ushuluddin, Univ. Al Azhar Cairo.
Kontributor Jaringan Sekolah BIAS untuk Mesir dan Timur Tengah.

BELAJAR HADIS ITU SEPERTI APA? (PART I)Siapapun yang serius mendalami

BELAJAR HADIS ITU SEPERTI APA? (PART II)  Kalau ditanya, misalnya, apa maksudnya ‘menguasai Shahih al-Bukhari’?

SEMUA BUTUH PAKAR AGAMA PUN DEMIKIAN Para sahabat sebenarnya segan untuk bertanya kepada Nabi tentang

KAJIAN ESKATOLOGI ISLAM DI AL-AZHAR (PART I) Kajian eskatologi Islam atau yang juga nge-trend dengan nama ‘kajian akhir zaman’ itu aslinya merupakan 

GALERI

Hubungi Kami Lembaga Pendidikan Islam Terpadu Bina Anak Sholeh Yogyakarta
Hari Kerja (Senin – Jumat) : 07.00 – 16.00 WIB
Sabtu : 08.00 – 14.00 WIB
Komplek Perkantoran BIAS  Jl. Wirosaban Barat No. 6
Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta 

Telepone 0274 – 410 350
Email Sibibias@gmail.com

Informasi Tentang
Lembaga
Penerimaan Siswa Baru

Tanya Jawab?
1
Assalamualaikum
Selamat, Ayah Bunda berkesempatan berinteraksi menyenangkan dengan Sekolah Islam Berwawasan Internasional, BIAS Yogyakarta