BELAJAR HADIS ITU SEPERTI APA? (PART I)
Pendahuluan: Peran Penting Ilmu Hadis
Siapapun yang serius mendalami ilmu keislaman akan menemukan peran vital posisi ilmu hadis dalam keagungan bangunan keilmuan Islam.
Ilmu hadis, seperti yang dikatakan Ibnu al-Shalah (643 H) termasuk ilmu yang banyak terkoneksi dengan ilmu-ilmu keislaman lain. Bahkan ia juga mengambil peran vital dalam ilmu lain.
Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H) merinci maksud dari pernyataan Ibnu al-Shalah di atas dalam kitabnya al-Nukat `alâ Kitâb Ibn al-Shalâh (1/227). Misalnya dalam tafsir al-Quran. Mengingat sebaik-baik penafsir al-Quran adalah hadis Rasulullah, maka sudah menjadi keniscayaan untuk mengecek validitas hadis-hadis yang berhubungan dengan pemakaan (tafsir) al-Quran dari Rasulullah.
Sementara dalam bidang fikih. Oleh karena hadis merupakan salah sumber hukum Islam, maka proses penyimpulan hukum dari hadis tidak akan bisa berjalan sebelum didahului proses pengecekan validitas hadis.
Begitu juga ilmu-ilmu lain dalam khazanah keilmuan Islam. Semua yang membutuhkan peran hadis di dalamnya, pasti akan membutuhkan sebuah proses pengecekan validitas hadis. Dan itu merupakan bidang garap dari ilmu hadis.
Ilmu hadis, sebagai mana didefinisikan oleh Ibnu Hajar dalam kitab yang sama adalah, “Ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui status hadis dan rawi hadis”.
Bahkan ilmu-ilmu yang tidak banyak ‘menggunakan’ hadis pun ternyata juga banyak dipengaruhi oleh ilmu hadis. Sebagai contoh ilmu bahasa dan ilmu sejarah. Proses penyampaian materi ilmunya ternyata juga menggunakan sistem sanad yang copyright-nya ada pada ulama hadis.
Apa Saja yang Dipelajari Ketika Belajar Ilmu Hadis?
Sudah jamak diketahui bahwa ilmu hadis dibagi menjadi dua cabang:
1. Ilmu Hadis Dirayah: Ilmu yang mempelajari tentang pemaknaan matan hadis.
2. Ilmu Hadis Riwayah: Ilmu yang mempelajari tentang pengecekan validitas hadis.
(Memang ada perbedaan pendapat dalam pemaknaan ilmu hadis riwayah dan dirayah. Definisi yang saya sebutkan di atas adalam definisi dari Taşköprüzade (sejarawan Turki Utsmani yang wafat tahun 968 H) dan dipilih oleh Syekh Abdullah al-Ghumari.
Menurut saya, ini pemilihan definisi yang paling mudah dicerna. Ketimbang misalnya definisi Ibnu Jamaah yang sedikit agak rumit. Tidak hanya soal mudah, definisi Taşköprüzade juga cukup argumentatif, dalilnya adalah: ulama hadis al-Khathib al-Baghdadi (463 H) menyusun kitab yang berisi kaidah verifikasi hadis dan diberi judul al-Kifâyah fî Ma`rifati Ushûli `Ilm al-Riwâyah
Abu Syamah al-Maqdisi (665 H) memaparkan konten ilmu hadis secara lebih rinci. Beliau menyebutkan bahwa ilmu hadis terbagi menjadi tiga:
1. Menghafal matan hadis, mengerti kata-kata dalam hadis yang sulit dipahami (gharîbu’l hadîts) serta memahami makna hadis secara mendalam;
2. Menghafal sanad, mengetahui para perawi hadis dan bisa membedakan mana yang sahih dengan yang tidak;
3. Mencari dan mengumpulkan sanad hadis;
Ibnu Hajar pun mengomentari pembagian Abu Syamah. Orang yang bisa menghimpun ketiganya maka layak disebut fakih-muhaddits secara ideal. Sedangkan yang hanya menguasai poin kedua dan ketiga saja, maka ia layak disebut muhaddits. Akan tetapi ketika ia hanya menguasai poin pertama, maka tidak layak disebut muhaddits. (Lebih layak disebut ahli fikih-pen).
Berdasarkan pemaparan panjang di atas, maka ketika ada sebuah pertanyaan, bagaimana belajar hadis yang ideal?
Maka jawabannya adalah: menguasai ilmu hadis dan metode verifikasi hadis, mengumpulkan sanad hadis serta menghafal dan memahami matan hadis.
Setiap poin, menyimpan tuntutan usaha yang tidak sederhana. Pun membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Jadi, belajar ilmu hadis itu…
Menghafal hadis ya ‘iya’…
Menguasai dan bisa mempraktekkan berbagai cabang ilmu hadis yang ujungnya adalah mampu membedakan antara hadis sahih dengan yang tidak juga ‘iya’…
Memahami hadis dengan menggunakan metode istinbat hukum para ulama juga ‘iya’…
(Bersambung…)
Ust. Musa al Azhar, Lc. Dipl.
Pasca Sarjana, Jurusan Hadits dan Ilmu Ilmu Hadits, Fak. Ushuluddin, Univ. Al Azhar Cairo.
Kontributor Jaringan Sekolah BIAS untuk Mesir dan Timur Tengah.
Ilmu mantik adalah qanun berfikir, oleh karenanya
Sebuah langkah maju dari orang yang
Kembali ke topik kriteria Ustadz atau siapapun yang
Selain memiliki kemampuan mengajar, idealnya
NABI MARAH Ketika turun ayat di atas, para sahabat jadi sungkan untuk
TAHDZIR Di jagat media sosial sekitar kita, sering diramaikan oleh
SETAN Kredibilitas (tsiqah) seorang perawi hadis merupakan salah satu
GALERI
Telepone 0274 – 410 350
Email Sibibias@gmail.com
Informasi Tentang
Lembaga
Penerimaan Siswa Baru